“Inilah tempat merancang aksi, tempat pendidikan politik kebangsaan, dan tempat mewujudkan sebuah cita-cita. Di museum ini semangat perjuangan untuk menggapai kemerdekaan telah diwariskan.” (47 Museum Jakarta, Edi Dimyati, 2010)
Apa yang terlintas di benak Anda ketika pertama kali membaca judul di atas? Terkejut, penasaran, geli, malu, atau siapa tahu justru sudah pernah mendengar dan mengetahui kisah, yang menurut pendapat saya sangat menarik. Jujur, saya baru mengetahui kisah seputar mobil dinas kepresidenan pertama yang digunakan Soekarno, beberapa minggu lalu, tepatnya kala menyambangi Museum Joang yang terletak di Jl. Menteng Raya 31, Jakarta.
Ketika itu museum yang diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 1974 terasa lengang. Sabtu siang itu hanya saya dan seorang rekan yang berada di gedung yang dulunya (sekitar tahun 1920-an) merupakan Hotel Schomper. Kesan pertama saya, tentu saja sepi, dan kemudian saya merasa museum ini seolah terpinggirkan. Seperti sebuah ironi mengingat persis di depan museum lalu-lalang kendaraan nyaris tak ada hentinya.
Sementara untuk menikmati museum yang terdiri dari beberapa ruangan itu tak perlu membuang banyak waktu! Ya, tur ke Museum Joang 45 untuk menikmati koleksi yang dipamerkan tidak butuh waktu lama. Semisal saya, hanya menghabiskan waktu kurang dari 1,5 jam.
Koleksi di Museum Joang 45 terbagi ke dalam tiga tema, yakni prakemerdekaan, masa proklamasi, dan masa mempertahankan kemerdekaan. Koleksi itu antaranya foto-foto dokumentasi perjuangan 1945-1950-an dan diorama mini masa perjuangan. Ada pula fasilitas bioskop mini di mana pengunjung bisa menonton video dokumenter perjuangan 1945. Selain itu ada juga lokasi bagi pengunjung yang ingin mengambil foto unik. Seluruh ruangan di Museum Joang 45 dilengkapi pendingin sehingga pengunjung bisa lebih nyaman dalam berkeliling.
Namun, seperti yang sudah saya sampaikan di atas, primadona koleksi Museum Joang 45 menurut saya tak lain adalah keberadaan tiga mobil yang berada di sebuah bangunan berkaca di bagian belakang museum. Di sana tersimpan mobil dinas yang pernah digunakan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden, Moh. Hatta, di masa awal kepemimpinan mereka.
Yang menarik adalah kisah yang menyertai asal-usul mobil dinas pertama Soekarno (REP_1), seperti yang tertulis di papan informasi;
“Mobil ini sebelumnya milik Kepala Dep. Perhubungan Jepang yang dicuri oleh Sudiro (Pejuang RI), dengan cara membujuk sopirnya yang orang Kebumen untuk pulang ke Kebumen dan meninggalkan mobil tersebut. Sudiro kemudian menyembunyikan mobil itu dan setelah situasi aman mobil itu diserahkan kepada Bung Karno.”
Bagaimana, menarik bukan? Saya yang baru pertama kali tahu kisah itu langsung terkekeh. Nyeleneh banget itu sopir! he he he. Kisah itu bukan fiktif karena Soekarno bercerita sendiri mengenai asal-usul mobil dinas pertamanya. Untuk yang satu itu Anda bisa membaca biografi Soekarno “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia”. Kisah mobil Buick-8 keluaran 1939 itu ada di salah satu bab di biografi yang ditulis Cindy Adams itu. (Saya belum pernah membaca biografi tersebut sehingga tidak tahu ada di bab apa dan halaman berapa).
Jika nasib Anda sama seperti saya alias belum membaca biografi Soekarno itu, gugling saja dan Anda akan menemukan cuplikan kisah yang saya maksud.
Namun, tidak hanya mobil Buick-8 yang penuh cerita yang menarik perhatian saya. Dua mobil lainnya, yakni De Soto, keluaran 1942 yang digunakan Wapres M. Hatta (REP_2) dan mobil merk Imperial yang digunakan Soekarno, juga memiliki kisah tak kalah menarik. Terutama mobil Imperial yang jadi saksi gagalnya usaha pembunuhan terhadap Soekarno.
Sekadar mengingatkan, peristiwa Cikini terjadi pada 30 November 1957. Saat itu Soekarno jadi target pembunuhan dengan modus pelemparan granat di depan sekolah Perguruan Cikini. Peristiwa yang terjadi ketika Soekarno menghadiri acara ulang tahun Perguruan Cikini ke-15 itu punya beragam versi. Karena itu saya lebih baik tidak membahas lebih jauh karena saya tidak paham benar sejarah bangsa yang satu itu.
Sayang, saya tidak bisa masuk dalam ruangan di mana Buick-8, De Soto, dan Imperial disimpan. Akhirnya saya hanya bisa melihat mobil dari luar ruangan yang berkaca dan terkunci rapat itu.
Sebelum pulang saya menyempatkan ngobrol sebentar dengan petugas bagian ticketing. Kata sang petugas, koleksi mobil RI 1 dan R2 2 itu masih orisinil sejak terakhir kali digunakan dan akhirnya disumbangkan kepada pengelola museum pada 19 Mei 1979. Dia juga menuturkan ruangan kaca berisi tiga mobil bersejarah bisa dibuka dengan perjanjian khusus atau sewaktu museum ramai pengunjung.
Meski gagal melihat dari dekat, saya tak kecewa. Bagi saya kunjungan ke Gedung Joang 45 sudah memberikan wawasan baru yang menyenangkan. Anda pun bisa mengunjungi museum ini, yang buka setiap Selasa-Minggu, pukul 09.00-15 WIB. Tiket masuknya juga sangat murah, yakni Rp2000 saja. Selamat berwisata sejarah!
Hahaha bener banget sing ceerita mobil. Ada di bukunya itu. Aku juga ngekek pas baca bagian itu 🙂
LikeLike
Hihihihi iya.. karena baru pertama tau, kaget trus ngakak. dasaaar ono2 wae pejuang kita itu!
LikeLike