My Son; Below My Expectation

“It is not the destination where you end up but the mishaps and memories you create along the way!” (Penelope Riley)

Pernahkan kamu merasa sebuah destinasi yang dituju mengecewakanmu? Atau, merasa tempat itu tak sesuai dengan ekspektasi awalmu? Pada perjalanan di Vietnam lalu, saya mengalami hal itu. Tepatnya saat kami mengunjungi candi My Son, yang terletak sekitar 40km dari Hoi An. Pada awalnya, saya membayangkan tur yang kami ambil akan menawarkan pengalaman yang mengesankan. Namun, kenyataan berkata lain…

Sebelum berangkat ke Vietnam, kami sudah memutuskan mengambil tur ke My Son. Kami memilih tur di pagi buta, dengan tajuk “My Son sunrise tour”. Jujur, saya tertarik dengan beberapa review yang menyarankan agar tak melewatkan My Son dalam daftar destinasi yang harus dikunjungi ketika berada di Hoi An. Yang lebih membuat tertarik, saya telah membayangkan akan menyaksikan keindahan candi yang dilatarbelakangi terbitnya sang mentari. Pasti akan sangat memesona!

Kebetulan, hostel di mana kami menginap menyediakan paket ‘My Son sunrise tour’. Harganya juga terjangkau. Saya lupa pastinya, mungkin sekitar 6-7USD/pax. Dengan membayar sejumlah itu kami mendapatkan tur berdurasi sekitar lima jam termasuk waktu tempuh serta makan pagi. Ada beberapa opsi lain untuk sunrise tour ini, yakni, seusai mengunjungi My Son, pelancong bisa kembali ke Hoi An, tapi menggunakan perahu alias menyusuri sungai. Di brosur tertera pelancong juga akan diajak berhenti mendatangi sebuah kampung nelayan. Namun, kami memutuskan tidak mengambil tur tersebut karena waktu kami tak banyak.

Nah, oleh resepsionis kami diminta bangun pukul 5 pagi karena kami hendak dijemput trip organizer dan dibawa bergabung dengan rombongan lain. Tanda-tanda ‘ketakberesan’ sudah terasa ketika pihak tur yang menjemput kami datang tidak tepat waktu. Dalam hati saya sudah khawatir, kami akan melewatkan semburat indah mentari yang sedang terbit kalau tak berangkat tepat waktu.

Sebelum berangkat ke tempat tujuan, kami berhenti untuk menikmati sarapan di sebuah rumah yang letaknya tak jauh dari penginapan kami. Baru setelah itu perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan mobil jenis elf. Rekan satu tur pagi itu datang dari beberapa negara dan usia.

Seiring perjalanan, hari makin terang. Saya kian gelisah karena sadar tak bakal bisa menyaksikan matahari terbit di antara candi My Son karena kata pemandu, jarak yang kami tempuh masih agak lama. Dan benar saja, ketika kami melintas di sebuah jembatan, tampak di sisi kiri mobil semburat merah di langit! Sang mentari sudah terbit! clear sunrise dengan berlatar belakang aliran sungai yang meliuk-liuk hingga nun jauh di sana… Saya sama sekali tidak menyangka apabila atraksi utama sunrise, justru dipertontonkan di atas sebuah jembatan dan bukan di candi, seperti tema tur kami. Duh! Bayangan indah My Son dengan latar belakang sunrise langsung menguap!

Begitu tiba di sana, matahari sudah sedikit tinggi. Untuk mencapai lokasi utama, kami harus berjalan kaki beberapa ratus meter dari tempat parkir kendaraan. Kawasan My Son dikelilingi hutan dan bukit. Candi My Son yang dipengaruhi agama Hindu merupakan peninggalan Kerajaan Champa, yang berkuasa di Vietnam Tengah pada abad 2-17. Saat Perang Vietnam, sesuai perjanjian yang disepakati bersama, pihak AS dilarang membom kawasan ini. Itulah mengapa tentara Viet Kong kemudian menjadikan kawasan My Son sebagai salah satu markas mereka.

Seperti yang dituturkan pemandu, kawasan My Son terdiri dari beberapa candi dengan fungsinya masing-masing. Ada candi yang masih berdiri dengan utuh, ada pula yang tinggal menyisakan reruntuhan. Sementara artefak yang tersisa sudah dibawa ke museum untuk diamankan. Hanya, saya tak begitu tertarik lagi dengan tur ini. Mungkin karena sudah kecewa duluan, dan jujur saja, objek yang ada di depan mata ini tak lebih baik dari candi-candi yang ada di Tanah Air.

Meski begitu, tur kali ini pastinya tidak berakhir sia-sia. Seperti quote Penelope Riley di atas, bahwa perjalanan bukan melulu berujung pada destinasi yang kita tuju, melainkan segala kejadian yang menyertai perjalanan kita menuju destinasi itu. So, kunjungan ke candi yang mendapat pengakuan UNESCO World Heritage Site pada 1999 ini tetap jadi kenangan. Meski, mungkin bukan memori mengenai ‘kedahsyatannya’. <BERSAMBUNG>

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s