Vuvuzela Jadi Berita

bikin ‘rame’ PD 2010

Kali pertama saya mendengarnya pada partai pembukaan PD 2010 awalnya saya berpikir ada semacam kerusakan teknis pada siaran televisi. Tapi kok ndak ilang-ilang suaranya ya hehe.. Lama-lama suara itu terdengar mirip dengungan tawon. Saya penasaran suara apa itu sebenarnya? Ternyata, memang banyak yang pendapatnya sama dengan saya. Terdengar mirip suara lebah. Ya, itulah bunyi vuvuzela, alat musik tiup tradisional Afrika Selatan, yang saat ini sedang menjadi kontroversi.

Kontroversi karena keberadaan vuvuzela di dalam stadion menuai pro dan kontra. Yang mengeluhkan suara vuvuzela ini cukup banyak, tak terkecuali para pemain dan pelatih tim peserta Piala Dunia. Beberapa pemain mengatakan suara vuvuzela cukup mengganggu konsentrasi ketika bertanding, juga membuat komunikasi antarpemain di lapangan menjadi sulit karena kalah ‘suara’ dengan vuvuzela. Di Liga Belanda sendiri, para suporter khususnya di Rotterdam dan Amsterdam dilarang membawa terompet dan sejenisnya karena suaranya dinilai mengganggu.

Bahkan, dari berita yang saya baca, ada pemain-pemain yang sulit beristirahat dengan baik saat di hotel karena vuvuzela ditiup tanpa henti sejak pagi di lingkungan hotel dimana mereka menginap. Stasiun televisi kabarnya juga mengeluhkan lantaran dinilai mengganggu kualitas penyiaran. Suara vuvuzela juga dirasakan para komentator menyulitkan pekerjaan mereka.

Sebenarnya keberadaan vuvuzela sudah sempat mengemuka saat penyelenggaraan Piala Konfederasi 2009 lalu meski ketika itu tak mencuat seperti sekarang. Saat itu ada beberapa pemain yang juga sudah mengeluhkan suaranya.

Panitia PD sendiri mengakui telah mengevaluasi vuvuzela di lapangan. Hasilnya, alat musik dari plastik itu dihimbau tidak dibunyikan saat lagu kebangsaan diperdengarkan. Sementara Presiden FIFA, Sepp Blatter memberikan restunya bagi keberadaan vuvuzela di pertandingan. Menghormati budaya menjadi alasan terkuat. Pelarangan justru akan menyakiti hati rakyat Afsel.

Saya termasuk pihak yang merasa tak nyaman dan tak menyukai bunyi vuvuzela itu. Dari siaran pertandingan di televisi, suaranya selama 90 menit lumayan bikin pusing. Bagiku lebih ‘indah’ mendengarkan suara sorakan,yel-yel, dan nyanyian pendukung kedua tim yang selama laga Piala Dunia terasa menghilang ditelan vuvuzela. Akibatnya, menurut saya kadang pertandingan jadi terkesan garing, sepi. Laga menjadi tak lagi ‘hidup’ dan terkesan ‘jauh’.

Iseng saja nih, saya penasaran dengan seberapa banyak orang yang meniup vuvuzela hingga suaranya terdengar sama sekali tak terputus barang semenitpun? Kapasitas penonton di sepuluh stadion tempat menggelar laga Piala Dunia berkisar 50 ribu-90 ribu penonton. Saya juga penasaran, yang meniup vuvuzela ini sebenarnya penonton yang tidak berkepentingan, alias bukan dari pihak pendukung dua kesebelasan yang bertanding, atau siapa? Masak die hard fan kedua tim mau-maunya ‘mengganggu’ penampilan tim kesayangan mereka dengan suara bising itu? Apa mereka nggak capek gitu niup terompet tanpa henti? Mbok ya nontonnya sambil teriak-teriak seperti umumnya orang nonton bola. Vuvuzelanya ditiup di fanfest atau di jalan-jalan saja..

Well, kebijakan sudah diputuskan. Vuvuzela masih akan terus menjadi backsound laga Piala Dunia Afsel hingga 11 Juli mendatang. Beruntung, produsen vuvuzela segera menciptakan vuvuzela dengan suara yang lebih ramah bagi telinga dibanding produk sejenis sebelumnya. Aku juga baru tahu ternyata suara vuvuzela itu memiliki tingkat kebisingan paling tinggi, 127 desibel, daripada suara drum (122  desibel) dan peluit (121,8). Ooo pantes aja..

Wah kabar baik itu. Win-win solution. Kalau begitu segera saja diluncurkan vuvuzela versi ramah telinga-nya biar nonton pertandingannya via televisi jadi seru lagi :p

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s