Aning in Wonderland

Homo Ludens. Manusia adalah makhluk yang suka bermain dan menciptakan permainan. (Johan Huizingga, Homo Ludens, 1938)

Anda pasti tahu cerita fiksi Alice in Wonderland karya penulis asal Inggris, Louis Caroll. Kisah yang pertama kali diterbitkan pada 1865 itu menjadi salah satu karya sastra klasik yang melegenda. Tidak hanya digemari oleh anak-anak namun juga orang dewasa. Film dengan judul sama yang dirilis pada 2010 membuat cerita itu semakin melekat di hati.

Seperti halnya alice yang memiliki petualangan dalam negeri ajaib alias wonderland-nya, saya juga menemukan wonderland saya. Tepatnya di Japanese Fortres alias Benteng Jepang di kawasan Pantai Anoi Itam, Sabang, Pulau Weh.

Mungkin terlalu berlebihan menggambarkan sebuah benteng jepang menjadi negeri ajaib laksana dalam dongeng. Tetapi, saya merasa seperti ditarik ke dalam wonderland. Suatu tempat di antah-berantah yang langsung memunculkan karakter homo ludens saya. Meski, caranya tidak miirip seperti Alice yang tersedot melalui rabbit hole … 🙂

Sebelumnya saya tidak menduga akan mengalami petualangan bak di negeri dongeng di Benteng Jepang ini. Dalam pikiran saya Benteng Jepang yg terletak di atas sebuah bukit kecil itu pasti mirip dengan puluhan benteng yang tersebar di Pulau Weh lain, yang sudah kami lihat dalam perjalanan berkeliling Sabang.

Namun, saya keliru. Benteng Jepang di Anoi Itam benar-benar berbeda. Begitu menaiki anak tangga yang tidak seberapa, saya disambut sebuah pohon kelapa yang menjulang dengan berlatar belakang birunya angkasa. Sungguh pemandangan yang kontras! Adrenalin ini pun mulai terpacu. Dengan bergegas saya melahap jalan setapak menuju lokasi benteng.

Dan, sampailah saya di wonderland itu! Di depan bangunan bekas markas pengintaian tentara jepang, terhampar sebuah area lapang, meski tidak begitu luas. Dari situ, jika kita memandang lurus ke depan, lautan biru terlihat sejajar dengan kita. Sedangkan jika menoleh ke arah kanan, lautan ada di bawah kita.

Sementara di sebelah kiri nampak berjejer pohon-pohon tua yang terlihat segera meranggas. Sewaktu kami tiba di sana, di sela-sela pohon itu terlihat sepasang insan sedang memadu kasih dan tidak mempedulikan kehadiran kami. Kalau sudah begitu dunia memang menjadi milik mereka berdua…

Akan tetapi, izinkanlah saya numpang di dunia itu untuk sementara. Tapi, tak lama kemudian keriuhan kami membuat pasangan kekasih itu undur dari sana. Wonderland resmi menjadi milik kami! Selain saya dan empat teman serombongan serta Bang Dhendi, pemandu skaligus driver kami, tak ada pengunjung lain. Kami pun leluasa bermain di wonderland.

Tanpa tau siapa yg memulai, saya dan teman-teman berlarian di hamparan tanah lapang yang ditumbuhi rumput jepang itu. Tingkah laku kami persis seperti anak-anak yang menemukan permainan mengasyikkan. Toh, sebagai homo ludens tidak ada larangan bagi manusia dewasa untuk bermain. Saya begitu gembira karena di mata saya pemandangan di sana begitu unreal, tidak nyata. Suatu ketika kala kami bercanda sambil berlarian, terasa seperti sedang syuting iklan produk susu somewhere di Selandia Baru atau Eropa, yang selama ini lokasinya hanya kami lihat di foto-foto atau bahkan lukisan 🙂

Tidak lama setelah itu saya mengagumi tempat itu sebagai spot asyik untuk melamun, mengkhayal, dan merenung. Diam sejenak melupakan hiruk-pikuk duniawi. “Diskon pikiran” begitu kata Bang Dhendi. Istilah diskon pikiran biasa digunakan warga Sabang untuk menyebut kegiatan rekreasi, break sebentar dari rutinitas. Untuk sesaat, saya pun benar-benar merasakan apa yang disebut diskon pikiran itu. For a second, segala penat kehidupan yang saya rasakan di Jakarta, hilang!

Ditemani angin laut yang sepoi-sepoi, deburan ombak, birunya angkasa, dan air laut yang bening, saya merasa semakin terbawa masuk ke dalam wonderland. Waktu seolah berhenti di sana. Saya enggan beranjak dan ingin berlama-lama di tempat yang luar biasa itu. Berat rasanya kembali ke dunia nyata.

Saya sudah berkelana ke beberapa destinasi di negeri ini, mostly Pulau Jawa, dan juga ke beberapa negara manca. Tetapi, saya belum pernah menemukan tempat yang memberikan efek rilaksasi begitu mengesankan seperti di Japanese Fortres Anoi Itam. Menenangkan serta menghadirkan keteduhan di hati. Sekaligus mampu menyihir saya untuk langsung bergembira-ria bak anak kecil dan membawa saya berimajinasi tentang banyak hal dalam waktu bersamaan.

Sampai sekarang saat saya melihat kembali foto-foto yang kami ambil selagi di sana, seluruh efek itu masih terasa. That place is truly my wonderland! Semoga saya bisa ke sana lagi:)

NOTED: this is repost from the original which is posted on June, 30, 2013.

Leave a Reply

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s