Mesin Waktu Bernama Hoi An

“Exotic Time Machine of European Influences”

Kalimat tersebut ditulis Patricia Schultz, pengarang buku 1000 Places To See Before You Die, untuk menggambarkan Hoi An. Saat kita berjalan menyusuri gang-gang sempit di kawasan Kota Tua, kita akan mengerti maksud Schultz. Hoi An merupakan mesin waktu yang akan membawa kita menelusuri jejak-jejak peninggalan abad ke 16-17.

Pada masa itu Hoi An berstatus sebagai kota pelabuhan terpenting di Asia Tenggara. Sebagai kota pelabuhan, Hoi An disinggahi pedagang serta pelaut dari Jepang, Portugis, Belanda, Arab, China, dan Prancis. Hasil akulturasi dengan para pendatang itu bisa terlihat dalam berbagai bentuk, seperti candi dan pagoda, dan terutama gaya arsitektur jembatan, toko serta kanal. Tak lupa pula; kuliner.

Hoi An juga disebut sebagai sebuah “keajaiban” oleh Schultz karena mampu selamat dari ganasnya Perang Vietnam yang berkecamuk selama beberapa dekade. Peninggalan, terutama yang berbentuk bangunan, tetap berdiri kukuh. Restorasi dan renovasi tentu telah dilakukan dari generasi ke generasi mengingat umur bangunan yang sudah ratusan tahun.

Berkat komitmen menjaga keaslian tersebut, pada 1999 Hoi An masuk daftar situs warisan dunia versi UNESCO, seperti halnya Melaka.

Untuk menikmati jejak-jejak sejarah tersebut, kita harus membeli tiket masuk seharga 90.000VND. Booth tiket bisa dengan mudah ditemui di setiap sudut Kota Tua. Tiket ini bisa digunakan untuk mengunjungi lima dari 18 sightseeing places yang tersebar di seluruh ancient town. Tiket berlaku selama 24 jam. Di sini, spot kunjungan dikelompokkan menjadi landmark Kota Tua, museum, rumah tua (old house), tempat pertemuan (assembly hall), workshop kerajian tradisional, serta pertunjukan kesenian tradisional. Jadi silakan pilih mana yang paling menarik.

Atau, kita bisa membeli tiket lagi jika jatah lima spot yang diberikan masih terasa kurang. Saat itu kami cukup menghabiskan jatah lima spot. Satu untuk landmark, satu rumah tua, dua assembly halls dan satu museum. Sisanya kami cukup melihat dari luar.

Japanese Covered Bridge wajib dikunjungi karena jembatan tua tersebut merupakan landmark Hoi An. Setelah itu, museum serta rumah tua juga pantang dilewatkan. Old houses di Hoi An merupakan milik perseorangan yang dibuka untuk umum. Di sana kita akan disambut layaknya hendak bertamu. Ada pemandu yang siap menjelaskan asal-usul bangunan termasuk sejarah pemilik dari generasi ke generasi.

Berbagai bentuk old houses dan assembly hall cukup menarik bagi saya. Belum lagi jejeran toko-toko yang terkesan unik. Rata-rata bangunan mendapat pengaruh dari Jepang dan China. Nah, untuk kuliner, pengaruh dari Eropa, seperti Prancis, lebih terasa. (Soal makanan akan saya ceritakan di bagian lain.)

Kami menghabiskan waktu sekitar empat jam untuk mengeksplor Kota Tua. Dengan kawasannya yang tak begitu luas, kita bisa dengan mudah dan nyaman berjalan atau berkeliling karena di seluruh kawasan diberlakukan aturan larangan bagi kendaraan bermotor. Peta yang diberikan cuma-cuma juga bisa jadi senjata memudahkan kita mengeksplor Kota Tua.

Selepas mengendarai mesin waktu Hoi An, kami kembali ke hostel. Di depan hostel kami menyewa tiga motor. Untuk motor otomatis dikenakan biaya sewa 50.000 VND, sedangkan yang menggunakan transimisi empat tak lebih murah 10.000 VND. Tujuan kami adalah ke Pantai Cua Dai, yang terletak sekitar 6km dari pusat Kota Tua. Jalanan ke sana agak sempit dan cukup ramai. Namun, jangan khawatir karena akses ke sana cukup jelas.

Makin mendekati tujuan, tampak berjejer hotel, resort, cafe, maupun resto. Di area ini, aktivitas berlangsung selama 24 jam. Berbeda dengan kawasan ancient town yang sudah sepi setelah pukul 21.00 WIB. Kabarnya, aktivitas yang hanya sampai jam sembilan malam itu sebagai salah satu usaha menjaga kelestarian tradisi Hoi An. Jadi, kalau Anda butuh hiburan di malam hingga dini hari, silakan meluncur ke area Cua Dai.

Pantai Cua Dai berpasir putih dengan jejeran pohon kelapa. Sebagai beach hunter, Cua Dai hanya saya nilai; biasa. Banyak pantai di Tanah Air yang 10x lebih indah ketimbang Cua Dai. Namun, saya tetap menikmati pantai favorit masyarakat Hoi An ini. Nongkrong sore hari di pantai, bersama Bapak dan sahabat, tentu sudah membahagiakan. Apalagi, kami tengah berada di salah satu kota yang masuk daftar 1000 Places To See Before You Die versi Schultz. <BERSAMBUNG>

4 thoughts on “Mesin Waktu Bernama Hoi An

Leave a reply to lalatdunia Cancel reply