Sepotong Cerita dari Prameks

Sabtu (4/9) saya pulang ndeso. Seperti biasanya, saya menumpang Prambanan Ekspres (Prameks) sampai di stasiun terdekat rumah. Seperti biasanya juga, bagian ujung depan Prameks menjadi sasaran. Itu strategi saya sejak lama. Biasanya gerbong paling ujung, ujung depan atau ujung belakang, relatif lebih sepi peminat. Jadinya ketika calon penumpang membludak, peluang mendapat seat lebih terbuka di dua gerbong itu he he he

Tapi, bukan itu yang hendak saya bicarakan di postingan ini melainkan ada yang ‘baru’ di gerbong paling depan yang saya tumpangi itu. Awalnya saya tidak ngeh ada yang baru disitu. Baru setelah duduk, saya membaca tempelan berwarna pink yang intinya bertuliskan bahwa gerbong yang saya naiki  diperuntukan khusus wanita. Owalah ternyata sudah berlaku to rencananya (baca: sempat dengar kabar soal itu, tapi saya ndak tau kapan realisasinya) lha wong tiga hari sebelumnya saya naik di gerbong yang sama, tak ada informasi apapun.

Back to gerbong ‘baru’ tadi, usut punya usut ternyata hari itu merupakan hari peluncuran gerbong khusus wanita. Pantesan, di setiap pintu dijaga petugas yang memilah penumpang. “Maaf Pak, Mas, ini gerbong khusus wanita. Silakan ke gerbong berikutnya,” kata mereka.

Tugas para petugas ini agak berat mengingat hari itu selain hari pertama berlakunya gerbong khusus wanita juga jumlah penumpang relatif banyak. Lebih banyak dari hari biasanya. Sudah mendekati lebaran kali ya makanya Prameks Sabtu siang itu cukup dijejali penumpang.

Berkat strategi tadi saya bisa mendapat tempat duduk. Saat Prameks perlahan meninggalkan Stasiun Balapan, saya melihat sekeliling. Lho, kok masih banyak tempat duduk yang kosong? Saya lantas melongok mencoba melihat gerbong di belakang kami. Hmmm ternyata banyak yang berdiri.. Terasa aneh bagi saya. Disini lumayan kosong, gerbong-gerbong lainnya berjejalan penumpang. Saya berpikir pastilah banyak wanita yang belum tau soal keberadaan gerbong khusus ini. Bisa dimaklumi, toh jika program ini terus diberlakukan dengan sendirinya akan banyak yang tau.

Ketika Prameks behenti di Stasiun Purwosari, kembali para petugas ini berjibaku mengamankan gerbong dari kaum laki-laki. Jumlah penumpang semakin banyak di gerbong lain, sementara di gerbong khusus wanita kendati bertambah penuh namun relatif masih nyaman. Dari perasaan aneh tadi berubah menjadi sedikit rasa senang. Bisa duduk dengan nyaman tanpa harus berdesak-desakan, terutama dengan lawan jenis. Begitu tiap kali Prameks berhenti untuk menurunkan dan menaikan penumpang di stasiun pemberhentian.

Puncaknya ketika Prameks berhenti di Stasiun Tugu. Gelombang penumpang seakan membajiri gerbong-gerbong Prameks, tak terkecuali di gerbong khusus wanita. Tak sanggup menampung penumpang yang begitu banyak (tiap sabtu minggu dan hari libur lainnya, penumpang Prameks dari Tugu-Kutoarjo dipastikan meningkat tajam, apalagi dalam kasus ini sudah dalam suasana lebaran) gerbong khusus wanita ini sudah ‘terkontaminasi’ kaum pria (lebay bahasa saya he he). Ada beberapa bapak dan mas-mas terlihat duduk lesehan di depan pintu, ujung belakang gerbong. Padahal di tempat itu sebelumnya duduk para petugas yang berjaga agar para pria di gerbong belakang tak meringsek maju.

Di hari pertama peluncuran program gerbong khusus wanita, gerbong paling depan itu sudah tak sanggup menjaga kekhususannya. Tapi siapa yang bisa menyalahkan? Saya sendiri juga akan bisa memakluminya jika kondisi Prameks seperti saat itu.

Saya lantas berpikir, sama seperti saat kali pertama mendengar rencana adanya gerbong khusus wanita di Prameks. Perlukan hal itu diterapkan? Apa yang menjadi alasannya hingga meluncurkan progam ini? Alasan keamanankah, atau kenyamanankah? Sah-sah saja sih jika PT KAI dalam hal ini Daops VI Yogya berpijak pada hal tersebut. Apalagi katanya program ini merupakan realisasi dari aspirasi masyarakat khususnya pengguna jasa Prameks.

Sedikit catatan, sepengetahuan saya sejak saya menggunakan Prameks sebagai andalan pulang ndeso, ke Yogya, atau ke kota Solo untuk kuliah (dulu) dan mencari sesuap nasi sekian tahun, aku tak sekalipun menemui yang namanya tindak kriminalitas di dalam Prameks. Pernah dengar sih ada yang kecopetan, tapi syukurlah saya belum pernah mengalaminya (amit amit jangan deh). Juga yang namanya pelecehan seksual di Prameks, belum sekalipun saya mendengarnya. Jadi bagi saya Prameks tergolong aman. Beda cerita mungkin kali ya dengan kereta api komuter gitu di Jabodetabek sana..

Sementara bagi saya segi kenyamanan tuh tergantung jumlah penumpang. Jika hari-hari biasa, Prameks tergolong lengang. Ini baru nyaman. Lain halnya jika pada masa liburan atau suasana hari raya seperti yang aku tulis di atas. Jika kondisinya seperti itu, itulah yang aku bilang kurang nyaman. Mau berada di gerbong khusus atau gerbong ‘campur’ kalau penumpangnya berlebih tentu rasanya tak nyaman. Ya meski tak bisa dipungkiri berdesakan dengan sesama jenis lebih nyaman daripada berhimpitan dengan lawan jenis.

Hmmm saya jadi penasaran pandangan kaum pria pengguna jasa Prameks terkait gerbong istimewa itu. Pikiran ini muncul setelah aku membaca Kompas Minggu (5/9) di rubrik Kilatan Peristiwa.

Disitu dituliskan ada penumpang pria yang ‘tidak terima’ diusir dari gerbong perempuan. Padahal disana lengang. Ketika bergeser ke gerbong ‘pria’ dia terpaksa berdiri dengan penumpang lainnya. Tiba-tiba si penumpang ini melihat ada wanita duduk. Langsung saja dia berkata pada petugas untuk menyuruh penumpang wanita itu pindah ke gerbong khusus. Tapi si wanita menolak, memilih tetap di tempatnya lantaran dia duduk bersama kekasihnya. He he he repot juga ya kalau begini. Sama-sama bayar, sama-sama capeknya (mungkin) tapi yang perempuan dapat duduk, yang laki-laki musti berdesakan atau bahkan berdiri. Tak salah jika bapak penumpang itu sewot abis.

Cerita lain datang dari satu keluarga yang naik Prameks dari Stasiun Klaten. Si bapak akhirnya terpaksa berpisah dengan anak istrinya yang berada di gerbong khusus. Tapi ada juga satu keluarga yang memilih tetap bersama dengan konsekuensi berdiri (jika Prameks ramai penumpang).

Bagi saya keberadaan gerbong khusus wanita ini belum berdampak gitu. Tapi karena sudah ada ya saya nikmati saja wwkwk Yang jelas gerbong paling depan langganan saya kini berubah menjadi gerbong khusus. Tak ada yang sensasional lainnya.

Bagi saya lebih baik PT KAI Daops VI menjaga kelancaran perjalanan Prameks, jangan sampai telat keberangkatannya. Kabar yang mengatakan relasi Yogya-Solo bakal ditempuh 35 menit semoga menjadi kenyataan. Juga, jangan dengan gampang menaikan tarif tapi tanpa diimbangi penambahan fasilitas yang signifikan, dan tetap menjaga kebersihan di dalam gerbong. Menurut saya, itu jauh lebih penting.

After all, Prameks, kau tetap andalan saya… 🙂

Leave a comment